ini adalah postingan lanjutan dari postingan saya sebelumnya tentang Perbedaan Belajar di Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah. apabila teman-teman ada yang belum membacanya, silahkan klik disini.
Perubahan staus dari
siswa menjadi maha-siswa menuntut
perubahan sikap mental (attitude) dan
perilaku seseorang. Satu hal yang mutlak ditingkatkan adalah Kemandirian. Orang
yang mandiri tidak menggantungkan harapan kepada pihak lain, entah itu dosen
entah teman kuliah. Dia meyakini bahwa nasibnya lebih banyak dia tentukan
sendiri meskipun tidak tertutupkemungkinan meminta bantuan kepada orang lain.
Pada dasarnya, proses
belajar adalah proses perseorangan (individual). Seseorang dpat belajar jika
dia secara aktif selama waktu tertentu berupaya mengetahui sesuatu. Berbagai
pernyataan menekankan hal tersebut, seperti ‘tidak ada yang dpat mengajarkan
anda, tetapi anda dpat belajar’, atau ‘hanya anda sendiri yang dapat mendidik
anda’. Artinya, harus ada kemauan untuk menangkap isi kuliah atau membaca buku,
mempelajari dan memahaminya.
Seseorang tidak akan memahami esensi pengetahuan
tanpa komitmen dan ketekunan mempelajari materi yang diajarkan atau ditemukan
disekitarnya. Menjadi sia-sia semua penjelasan dosen atau uraian yang
dipelajari pada suatu buku jika mahasiswa tidak menggunakan cukup waktu secara
pribadi mempelajari materi tersebut. Harus ada proses internalisasi.
Belajar mandiri tidak
berarti peranan dosen dan tenaga kependidikan lainnya tidak penting. Dosen dan
lembaga perguruan tinggi telah mengembangkan sistem pengajaran. Dalam
pelaksanaannya, dosenlah yang mengarahkan mahasiswa dan merupakakn salah satu
sumber utama perguruan tinggi. Namun, kesempatan sangat terbatas untuk
interaksi langsung denga dosen. Karena itu, seyogianya seorang mahasiswa
dituntut untuk mampu belajar diluar jadwal kegiatan akademik yang telah
ditetapkan, salah satunya dengan mengikuti kegiatan organisasi. Jika hanya
mengandalakan pelajaran yang diterima dari dosen, pengetahuan yang diperoleh
akan jauh dari memadai. Bahkan banyak mahasiswa yang berpendapat bahwa proses
belajar mahasiswa kebanyakan terjadi diluar ruangan kelas.
Kemandirian juga
diharapkan dalam kaitannnya dengan teman sesama mahasiswa. Sewaktu di sekolah
memnengah, seorang siswa mungkin sering mengikuti saja temannya dalam menjalankan
kegiatan dan menyelesaikan tugas-tugas. Di perguruan tinggi, kebiasaan seperti
itu perlu diubah untuk karena tidak ada lagi keseragaman antar peserta didik.
Setiap mahasiswa akan menghadapi masalah yang unik, yang tidak sama dengan yang
dihadapi rekannya sesama mahasiswa. Perbedaan itu mungkin terletak pada jenis
dan jumlah mata kuliah, yang diambil pada setiap semester, dosen pembimbing
akademik, kemampuan perseorangan, masalah yang akan dihadapi, arah studi, dan
lain-lain.
Memang belajar secara mandiri tidak berarti tidak dapat bekerja sama
dengan teman sekuliah. Kerja sama sering diperlukan, namun kerja sama di antara
orang yang saling bersandar tentu berbeda dengan di antara orang yang mandiri.
Tujuan pendidikan
tinggi secara utuh tentulah lebih dari sekedar penguasaan sejumlah inforamasi
dan keterampilan berkaitan dengan bidang studi yang digeluti. Tidak semua
tujuan itu bisa diajarkan di ruang kuliah atau laboratorium. Satu sisi
kehidupan akademik ialah penalaran. Proses belajar yang baik juga akan
menngkatkan kemampuan bernalar. Lulusan perguruan tinggi diharapkan independen
dan berdaulat secara intelektual, yakni mampu berpikir dan mencapai simpulan
secara mandiri, tanpa ada plagiarisme atau fotocopy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar